Rabu, 17 Februari 2016

POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU DI WILAYAH KABUPATEN BANGKA BARAT

I.         Latar Belakang
Kabupaten Bangka Barat merupakan Kabupaten pesisir di pulau utama (mainland) yaitu Pulau Bangka yang terletak pada 105°-107° Bujur Timur dan 01°20’-03°07’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah daratan sekitar 2.820,61 Km2 didukung perairan laut seluas 1.690,28 Km2 dan pulau-pulau kecil yang tersebar di sekitarnya. Dari angka tersebut terlihat bahwa luas wilayah laut Kabupaten Bangka Barat lebih dari setengah luas daratannya, sehingga seharusnya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian masyarakat khususnya di Kabupaten Bangka Barat.
Kondisi ini menjadikan Kabupaten Bangka Barat memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup besar untuk budidaya air laut, air payau dan air tawar yang merupakan usaha strategis dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bangka Barat.
Apabila potensi ini dapat digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan, selain dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir juga dapat meningkatkan hasil perikanan untuk memenuhi kebutuhan permintaan produk perikanan sebagai sumber protein, mengingat kegiatan perikanan tangkap di berbagai daerah bahkan di dunia cenderung mengalami penurunan hasil akibat berkurangnya stok ikan di alam.

II.      Potensi Budidaya Air Payau
Kabupaten Bangka Barat memiliki beberapa tambak ikan yang telah berjalan, yaitu tambak Sikka dan kolam Sinar Surya yang terletak di Kecamatan Tempilang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang yang sesuai baik itu dengan rencana maupun arahan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Bangka Barat telah berjalan. Tambak Sikka dan Kolam Sinar Surya memiliki nilai parameter kualitas air dan substrat yang memenuhi sebagian besar persyaratan untuk melakukan kegiatan budidaya.
Potensi Budidaya Perikanan Payau di Kabupaten Bangka Barat
Potensi Budidaya Perikanan
Desa/ Dusun
Lokasi
Peruntukan Budidaya
Teknis Budidaya
Perkiraan Luasan (Ha)
Air Payau 35.339,5 hektar
Muntok
Tanjung
Pantai tanah merah
Bandeng
Tambak
2.516,6
Simpang Teritip

Rambat
Kepiting Bakau
Karamba bambu
19.236,3

Kundi
Kerang Darah
Pagar waring

Pelangas
Kepiting Bakau
Karamba bambu
Jebus
Sungai Buluh
Pangkal Balok
Udang Galah
Kolam Tanah
3.523,4

Sungai Kampak
Nila
Tambak
Parittiga

Teluk Klabat
Kakap, Kerapu
Karamba jaring apung
669,3
Kelapa
Kayu Arang
Sungai kayuarang
Udang Galah
Kolam Tanah
2.461,1
Kacung
Kp. Limau
Udang Galah
Kolam Tanah
Bandeng
Tambak
Tempilang
Penyampak
Payak Laut
Udang Galah
Kolam Tanah
7.292,9
Bandeng
Tambak
Sika dan Tanjung Niur

Udang Galah
Kolam Tanah
Bandeng
Tambak
Tambak Sika
Nila
Tambak
Kolam sinar surya
Nila
Tambak
(Sumber: RTRPP DKP Kabupaten bangka Barat, 2009 dan analisis data primer 2011)
Potensi budidaya air payau sebesar 35.339,5 ha, sementara pemanfaatannya baru sebanyak 234,91 Ha tambak (0,74%). Adapun yang menjadi kendala selama ini adalah keterbatasan sarana penunjang produksi, penerapan teknologi dan permodalan.
Sedangkan dari hasil analisis parameter kualitas lingkungan baik yang dianalisis secara in situ maupun uji laboratorium sebagai faktor pertimbangan dalam menyusun kelayakan budidaya air laut, payau dan air tawar, maka dapat disimpulkan seperti di bawah ini:
1.      Parameter Fisika
a.    Suhu Perairan
Hasil pengukuran suhu secara in situ di kawasan Kabupaten Bangka Barat kisaran suhu yang diperoleh berkisar antara 27–32°C dengan rerata 29°C.
b.    Salinitas
Hasil pengukuran in situ salinitas untuk stasiun di laut dan perairan payau berkisar antara 17–32 ppt dengan rerata 26 ppt. Untuk salinitas perairan di Indonesia berkisar antara 30–35 ppt, sedangkan daerah pesisir salinitasnya berkisar antara 32–34 ppt.
c.    Substrat
Hasil pengujian laboratorium menunjukkan ada beberapa tipe substrat yang terdapat di Kabupaten Bangka Barat diantaranya adalah berpasir, pasir berliat, pasir berlumpur, pasir berlumpur berliat, liat berlumpur. Substrat dengan tipe pasir berliat sangat baik digunakan untuk kegiatan budidaya ikan dengan wadah budidaya kolam ataupun tambak. Hal ini disebabkan substrat pasir memiliki rongga udara, sehingga pasokan oksigen dari kolom perairan menjadi lancar dan ketersediaan oksigen cukup tinggi.
2.      Parameter Kimia
a.  Derajad Keasaman (pH)
Variasi derajad keasaman (pH) umumnya disebabkan oleh proses kimia dan biologis yang dapat menghasilkan senyawa-senyawa kimia baik yang bersifat asam atau basa. Selain itu, adanya masukan limbah yang bersifat asam atau alkalis dari daratan dapat pula menyebabkan adanya variasi pH. Dari hasil pengukuran pH di beberapa wilayah stasiun perairan laut dan payau di Kabupaten Bangka Barat didapatkan hasil pH yang masih sesuai dengan pH yang ada di perairan yang normal, yaitu berkisar antara 6–7.
b. Oksigen Terlarut
Pengukuran kadar oksigen terlarut berkisar antara 1.6–7.8 ppm dengan rerata 5.7 ppm. Hasil pengamatan seluruh stasiun memiliki DO yang cukup baik.
c.  Nitrat (NO3) dan nitrit (NO2)
Hasil pengukuran nitrat (NO3-N) berkisar antara 0.01–11.14 ppm, sedangkan untuk nitrit (NO2) berkisar antara 0.01-0.75 ppm dengan rerata hasil pengukuran 0.16 ppm. Hasil ini menunjukkan kadar nitrat di perairan Kabupaten Bangka Barat tergolong jauh lebih tinggi dari kadar normal di perairan (perairan normal berkisar antara 0.01–0.05 ppm). Variasi kadar nitrat ini erat kaitannya dengan kepadatan fitoplankton. Sedangkan hasil pengukuran nitrit juga menunjukkan konsentrasi yang cukup besar.
d. Parameter kimia lainnya
Hasil pengukuran amonia menunjukkan kandungan yang terlalu tinggi, berkisar antara 0.3-2.09 ppm dengan rerata hasil pengukuran 0.45 ppm.  Tingginya kadar amonia di salah satu stasiun pengukuran diduga disebabkan oleh sisa hasil tambang serta kotoran rumah tangga yang dibuang langsung ke perairan tersebut.
Hasil pengukuran nilai fosfat (PO4) berkisar antara 0.01-2.99 ppm dengan rerata 0.23 ppm. Kadar fosfat yang agak tinggi ini disebabkan letak stasiun pengamatan yang berdekatan dengan pantai yang berasosiasi dengan hutan mangrove atau tumbuhan lain di hutan.
Untuk Alkalinitas berkisar antara 11.83-102.28 ppm dengan rerata 62.84 ppm. Pada umumnya lingkungan media yang baik untuk kehidupan ikan adalah dengan nilai alkalinitas di atas 20 ppm. Sedangkan alkalinitas optimal dalam budidaya ikan intensif adalah 100-150 ppm.
Untuk kecerahan perairan memiliki kisaran antara 0.3-1.2 m dengan rerata 0.7 m. Dengan nilai kecerahan yang cukup besar, dapat meningkatkan kesuburan perairan tersebut. Sedagkan hasil pengukuran mercuri (Hg) menunjukkan konsentrasi yang cukup rendah, yaitu di bawah 0.001 ppm.
3.    Parameter Biologi
Hasil identifikasi plankton menunjukkan terdapat sekitar 53 jenis plankton dengan jumlah total 2.270 individu. Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangat penting karena fungsinya sebagai produsen primer dalam kemampuannya mensintesis senyawa organik dari senyawa anorganik melaui proses fotosintesis.

Dari hasil analisis dan survey Dinas Kelautan dan Perikanan pada tahun 2012 ini direkomendasikan beberapa lokasi yang sesuai untuk budidaya perikanan, salah satu lokasi tersebut adalah di perairan sekitar sungai Jering Kecamatan Kelapa.
Vegetasi sempadan sungai jering merupakan habitat mangrove/ bakau yang dapat dikategorikan masih baik. Hal ini dapat dilihat dari spanjang sungai yang ditumbuhi berbagai jenis pohon bakau/ mangrove dengan kerapatan tinggi sehingga seperti hutan belantara yang masih alami. Pohon bakau yang tumbuh di sekitar sungai Jering yang didominasi oleh jenis Rhizophora sp. Sumbangan serasah dari pohon bakau dan adanya pasokan air tawar di bagian hulu menjadikan perairan ini cukup kaya dengan nutrien yang akan mendukung untuk usaha budidaya perikanan.
Menurut nelayan di Desa Kayu Arang, di sungai Jering hasil tangkapan ikannya sangat bervariasi sesuai dengan musim ikan. Ikan yang sering menjadi hasil tangkapan diantaranya ikan kakap, ikan kerapu, kepiting bakau dan ikan betutu (di hulu dan anak sungai). Di wilayah ini sempat ada usaha penampungan dan pembesaran kepiting bakau di lahan hutan mangrove, namun keberadaannya tidak berlangsung lama. Lokasi penampungan dan pembesaran kepiting bakau berada di seberang dermaga penyeberangan Desa Kayu Arang.

III.   Arahan Pengembangan Budidaya Air Payau
Dari hasil survey dan analisis kelayakan, maka budidaya air payau di sungai Jering sangat memungkinkan dilakukan di lokasi yang mendekati dermaga Kayu Arang dan letaknya tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk Desa Kayu Arang. Hal ini menjadi penting karena mobilisasi bahan material sarana dan prasarana budidaya akan lebih efektif dan efisien pada saat pembangunan konstruksi, mobilisasi tenaga kerja, proses produksi serta pemasaran hasil produksinya.
Jenis komoditas perikanan yang cocok untuk dibudidayakan di sungai Jering adalah kepiting bakau pada segmen usaha pembesaran/ penggemukan. Sedangkan untuk teknis budidaya penggemukan kepiting bakau yang layak dikembangkan di sungai Jering dan anak sungainya adalah dengan menggunakan Karamba Bambu Apung (KBA) sebagai media budidaya.
Investasi usaha budidaya pembesaran/ penggemukan kepiting bakau dalam Karamba Bambu Apung (KBA) layak untuk dilaksanakan dalam kurun waktu yang cukup panjang. Selain layak secara finansial, penggunaan KBA untuk pembesaran kepiting bakau cocok diterapkan untuk:
o  Meningkatkan pengetahuan dalam aplikasi teknologi budidaya air payau yang tepat guna bagi pembudidaya ikan.
o  Meningkatkan pendapatan pembudidaya
o  Mengoptimalkan pemanfaatan ikan rucah dan hama pengganggu budidaya ikan menjadi barang ekonomis.
Tambak merupakan lahan budidaya perikanan yang dibangun untuk meningkatkan produksi perikanan laut. Tambak menghasilkan berbagai sumber daya alam perikanan khas pesisir berupa ikan dan hewan air lain seperti udang, kerang dan kepiting.
Konstruksi tambak dibangun sedemikian rupa agar dapat menjadi tempat hidup (habitat) yang mampu mendukung pertumbuhan ikan, udang, dan hewan payau budidaya lainnya. Tambak juga berfungsi sebagai wadah penumbuh makanan alami (seperti plankton dan klekap) bagi hewan budidaya. Pembangunan tambak yang digabungkan dengan hutan mangrove , secara ekologis sangat menguntungkan karena dapat menjamin kelangsungan hidup hewan budidaya, ketersediaan benih alami, dan kelangsungan hidup liar lainnya seperti ikan, udang, kepiting, burung air, mamalia dan reptilia.
Hewan air budidaya ini diproduksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein masyarakat dalam dan luar negeri. Harga udang yang tinggi di pasar internasional dan keuntungannya yang tinggi mendorong masyarakat untuk membuka usaha tambak udang, tidak hanya masyarakat dalam negeri namun juga para investor asing.
Kegiatan pertambakan di wilayah Indonesia merupakan usaha budidaya perikanan yang menjadi sumber mata pencaharian dan pendapatan masyarakat pesisir dimana telah mampu menyerap cukup banyak tenaga kerja. Akan tetapi kegiatan pertambakan ini membutuhkan modal yang cukup besar. 

                                            Budidaya ikan di tambak

Apabila kegiatan pertambakan ini dikembangkan di wilayah Kabupaten Bangka Barat, maka sangat dibutuhkan investor atau penanam modal yang berkenan untuk menanamkan modal usahanya di bidang pertambakan. Meskipun pertambakan membutuhkan biaya yang cukup besar, namun jika mampu dikelola dengan baik, usaha tambak akan menghasilkan produksi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat petambak, khususnya untuk produk-produk perikanan tambak yang bernilai ekonomis tinggi seperti udang, kerang dan kepiting.

Kelangsungan usaha budidaya air payau akan berjalan dengan baik jika dikelola oleh sumberdaya manusia yang sesuai dengan keahliannya. Sehingga diperlukan beberapa tenaga ahli yang memiliki kemampuan dan pengalaman dalam teknik budidaya dan secara non teknis mampu menghadapi dan memecahkan permasalahan di luar teknis budidaya seperti mampu membuka/ mengembangkan jalur pemasaran produk agar proses produksi dapat berlangsung secara simultan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar