I.
Latar
Belakang
Kabupaten Bangka Barat merupakan Kabupaten pesisir
di pulau utama (mainland) yaitu Pulau
Bangka yang terletak pada 105°-107° Bujur Timur dan 01°20’-03°07’ Lintang
Selatan, dengan luas wilayah daratan sekitar 2.820,61 Km2 didukung
perairan laut seluas 1.690,28 Km2 dan pulau-pulau kecil yang
tersebar di sekitarnya.
Kondisi ini menjadikan Kabupaten Bangka Barat memiliki
potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup besar utamanya untuk
budidaya air laut, air payau dan air tawar dan merupakan usaha strategis dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bangka Barat. Namun pemanfaatannya belumlah optimal karena keterbatasan
sumberdaya manusia yang berkualitas, teknologi, dan permodalan.
II.
Potensi
Budidaya Air laut
Kabupaten Bangka Barat terdiri dari 6 Kecamatan yang
meliputi 60 Desa dan 4 Kelurahan. Di antara desa-desa tersebut terdapat 32 desa
yang merupakan desa-desa yang mempunyai wilayah laut atau bersinggungan/ berdekatan
dengan laut/ pantai dan sungai.
Pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan
tersebut khususnya terhadap potensi kelautan sudah berkembang, yaitu dengan
aktifitas penangkapan ikan di laut oleh nelayan. Sedangkan budidaya air laut sampai saat ini belum termanfaatkan. Pemanfaatan potensi sumberdaya
kelautan dan perikanan yang masih rendah ini disebabkan oleh
keterbatasan sarana prasarana yang dimiliki, kemampuan nelayan yang masih rendah,
teknologi yang digunakan masih sederhana serta belum adanya pelaku bidang
kelautan dan perikanan memanfaatkan teknologi penunjang dalam aktifitasnya.
Sub sektor perikanan khususnya perikanan laut
sangat dominan di Kabupaten Bangka Barat mengingat Pulau Bangka dikelilingi
oleh lautan yang memiliki sumberdaya laut yang relatif besar untuk
dikembangkan. Komoditi yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi seperti ikan
kerapu, kakap merah, udang, cumi-cumi, sirip ikan dan lain-lain.
Potensi budidaya air laut sebesar 51.290.2 ha,
sementara pemanfaatannya sama sekali belum tersentuh. Adapun yang menjadi
kendala selama ini adalah keterbatasan sarana penunjang produksi, penerapan
teknologi dan permodalan.
Sedangkan dari hasil analisis
parameter kualitas lingkungan baik yang dianalisis secara in situ maupun uji laboratorium sebagai faktor pertimbangan dalam
menyusun kelayakan budidaya air laut, payau dan air tawar, maka dapat
disimpulkan seperti di bawah ini:
1.
Parameter Fisika
a.
Suhu Perairan
Berdasarkan hasil pengukuran suhu secara in situ di kawasan Kabupaten Bangka
Barat kisaran suhu yang diperoleh berkisar antara 27–32°C dengan rerata 29°C.
b.
Salinitas
Hasil pengukuran in
situ salinitas untuk stasiun di laut dan perairan payau berkisar antara
17–32 ppt dengan rerata 26 ppt. Untuk salinitas perairan di Indonesia berkisar
antara 30–35 ppt, sedangkan daerah pesisir salinitasnya berkisar antara 32–34
ppt.
c.
Substrat
Hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa ada beberapa
tipe substrat yang terdapat di Kabupaten Bangka barat adalah berpasir, pasir
berliat, pasir berlumpur, pasir berlumpur berliat, liat berlumpur. Substrat
dengan tipe pasir berliat sangat baik digunakan untuk kegiatan budidaya ikan
dengan wadah budidaya kolam ataupun tambak. Hal ini disebabkan substrat pasir
memiliki rongga udara, sehingga pasokan oksigen dari kolom perairan menjadi
lancar dan ketersediaan oksigen cukup tinggi.
2.
Parameter Kimia
a.
Derajad Keasaman (pH)
Dari hasil pengukuran pH didapatkan hasil pH yang masih
sesuai dengan pH yang ada di perairan yang normal, yaitu berkisar antara 6–7.
b.
Oksigen Terlarut
Pengukuran kadar oksigen terlarut berkisar antara 1.6–7.8
ppm dengan rerata 5.7 ppm. Hasil pengamatan di seluruh stasiun memiliki DO yang
cukup baik.
c.
Nitrat (NO3)
dan nitrit (NO2)
Hasil pengukuran nitrat (NO3-N) berkisar antara
0.01–11.14 ppm, sedangkan untuk nitrit (NO2) berkisar antara
0.01-0.75 ppm dengan rerata hasil pengukuran 0.16 ppm. Hasil ini menunjukkan
kadar nitrat di perairan Kabupaten Bangka Barat tergolong jauh lebih tinggi
dari kadar normal di perairan (perairan normal berkisar antara 0.01–0.05 ppm).
d.
Parameter kimia
lainnya
Hasil pengukuran amonia menunjukkan kandungan yang terlalu
tinggi, berkisar antara 0.3-2.09 ppm dengan rerata hasil pengukuran 0.45
ppm. Tingginya kadar amonia di salah
satu stasiun pengukuran diduga disebabkan oleh sisa hasil tambang serta kotoran
rumah tangga yang dibuang langsung ke perairan tersebut.
Hasil pengukuran nilai fosfat (PO4) berkisar
antara 0.01-2.99 ppm dengan rerata 0.23 ppm. Kadar fosfat yang agak tinggi ini
disebabkan letak stasiun pengamatan yang berdekatan dengan pantai yang
berasosiasi dengan hutan mangrove atau tumbuhan lain di hutan.
Untuk Alkalinitas berkisar antara 11.83-102.28 ppm dengan
rerata 62.84 ppm. Pada umumnya lingkungan mediaa yang baik untuk kehidupan ikan
adalah dengan nilai alkalinitas di atas 20 ppm. Sedangkan alkalinitas optimal
dalam budidaya ikan intensif adalah 100-150 ppm.
Kecerahan perairan memiliki kisaran antara 0.3-1.2 m dengan
rerata 0.7 m. Dengan nilai kecerahan yang cukup besar, dapat meningkatkan
kesuburan perairan tersebut. Sedangkan hasil pengukuran mercuri (Hg)
menunjukkan konsentrasi yang cukup rendah, yaitu di bawah 0.001 ppm.
3.
Parameter Biologi
Hasil identifikasi plankton menunjukkan terdapat sekitar 53
jenis plankton dengan jumlah total 2.270 individu.
Potensi
Budidaya Perikanan Laut di Kabupaten Bangka Barat
Potensi
Budidaya Perikanan
|
Desa/ Dusun
|
Lokasi
|
Peruntukan
Budidaya
|
Teknis
Budidaya
|
Perkiraan Luas
(Ha)
|
Laut 51.290.2
Hektar
|
|||||
Muntok
|
Tanjung
|
Pantai
tanjung besayap
|
Kerapu dan Kakap
|
Karamb jaring apung (KJA)
|
30.661,4
|
Tanjung
Ular
|
Pantai
tanjung ular
|
Kerapu dan Kakap
|
KJA
|
||
Selindung
|
Pantai
Bendul
|
Kerapu dan Kakap
|
KJA
|
||
Belo
Laut
|
Pantai
Pait
|
Kerang
Darah
|
Bagan Tancap
|
||
Sukal
|
Muara
Sukal
|
Kerang
Darah
|
Bagan Tancap
|
||
Tanjung
Punai
|
Pantai
Tanjung
Punai
|
Kerang
Darah
|
Bagan Tancap
|
||
Air
Limau
|
Pantai
Air Mas
|
Rajungan
|
Karamba
jaring
|
||
Simpang
Teritip
|
Kundi
|
Pantai
Tanjung
Tadah
|
Kerang
Darah
|
Bagan Tancap
|
|
Air
Nyatoh
|
Pantai
Teritip
|
Rajungan
|
Karamba,
jaring
|
||
Simpang
Gong
|
Pantai
tungau
|
Rajungan
|
Karamba,
jaring
|
||
Parittiga
|
Bakit
|
Pantai
Tanjung Ru
|
Rajungan
|
Karamba,
Jaring
|
9.396,6
|
Pulau
Nanas
|
Rumput
laut
|
Tali
Panjang
|
|||
Kelabat
|
Jebu
Laut
|
Kerapu
dan Kakap
|
KJA
|
||
Laut
Teluk
Kelabat
|
Kerapu
danKakap
|
KJA
|
|||
Cupat
|
Pantai
Cupat
|
Kerapu
dan Kakap
|
KJA
|
||
Teripang
|
Kurung
tancap
|
||||
Jebus
|
Teluk
Limau
|
Pantai
Pala
|
Kerapu
dan kakap
|
KJA
|
6.288,1
|
Penganak
|
Pulau
Perut
|
Kerapu
dan Kakap
|
KJA
|
||
Ketap
|
Pulau
kemuja
|
Kerapu
dan Kakap
|
KJA
|
||
Sungai
Buluh
|
Pantai
Bembang
|
Rumput
laut
|
Tali
Panjang
|
||
Rajungan
|
Karamba,
jaring
|
||||
Kelapa
|
Pusuk
|
Teluk
Kelabat
|
Kerang
Darah
|
Bagan Tancap
|
2.148,1
|
Teripang
|
Kurung
Tancap
|
||||
Tempilang
|
Tanjung
Niur
|
Pantai
Tanjung
Niur
|
Kerang
Darah
|
Bagan
Tancap
|
2.796
|
Rajungan
|
Karamba,
jaring
|
||||
Rumput
Laut
|
Tali
Panjang
|
||||
Benteng
Kota
|
Pulau
Semubung
|
Rumput
laut
|
Tali
Panjang
|
||
Kerapu
dan Kakap
|
KJA
|
||||
Sinar
Surya
|
Pantai
Basun
|
Kerapu
dan Kakap
|
KJA
|
||
Rajungan
|
Karamba,
jaring
|
(Sumber: Studi Kelayakan Pengembangan Budidaya Air
Laut, Payau dan Air Tawar di Kabupaten Bangka Barat, 2011)
III.
Arahan
Pengembangan Potensi Budidaya Air laut
Kawasan perairan laut di Kabupaten Bangka Barat
memiliki beberapa lokasi yang potensial dikembangkan untuk budidaya laut,
terutama pengembangan karamba jaring apung, budidaya rumput laut, budidaya
pembesaran kerang darah serta rajungan.
Beberapa kawasan berupa teluk dan pulau-pulau
kecil merupakan kawasan terlindung yang menjadi syarat utama pemilihan lokasi
budidaya, seperti teluk Kelabat, pulau Nanas, Pusuk dan sekitar Muara Sukal.
Muara
sungai Sukal merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk menjadi wilayah
budidaya kerang darah, dengan kondisi perairan dan substrat yang baik bagi
kerang darah menjadi sebuah daya dukung untuk keberlangsungan kegiatan
budidaya.
Pulau Nanas yang terletak di perairan teluk kelabat
secara visual sangat cocok menjadi tempat budidaya laut, wilayahnya yang
cenderung tertutup dari laut lepas membuat perairan di sekitar pulau Nanas
menjadi relatif tenang. Dari pengujian parameter pendukung budidaya ikanpun
menunjukkan hasil yang mendukung bahwa pulau Nanas dapat menjadi salah satu tempat
untuk budidaya laut. Pulau Nanas cukup baik untuk pengembangan usaha budidaya
ikan kerapu ataupun kakap dengan menggunakan karamba jaring apung (KJA).
Potensi budidaya kelautan yang
ditawarkan di Pulau Nanas diharapkan mampu mendukung sektor pariwisata di
gugusan pulau kecil yang saat ini sedang diteliti potensinya untuk
dikembangkan. Pulau nanas selain memiliki keindahan panorama pantai khas dengan
pohon kelapa dan pasir putih lembutnya juga airnya masih bening karena tidak
ada aktivitas penambangan di daerah itu. Keindahan alamnya masih alami dan asri
dimana sangat cocok untuk pariwisata dan budidaya laut seperti pengembangan
rumput laut, budidaya ikan dalam karamba, budidaya siput gunggung dan lainnya
yang memiliki nilai ekonomi tinggi
Budidaya ikan laut seperti ikan kerapu atau kakap
merupakan jenis ikan yang menjadi komoditas unggulan bagi perikanan laut.
Budidaya kerapu dan kakap berkembang cukup pesat dalam upaya untuk memenuhi
tingginya kebutuhan permintaan baik dalam dan luar negeri. Beberapa jenis ikan
kerapu dan kakap yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi antra lain:
§ Kerapu
tikus atau kerapu bebek dengan nama komersil grace Kelly (Cromileptis
altivellis) merupakan primadona dalam budidaya kerapu, harganya di pasar
domestik ditingkat pengecer bisa mencapai 200–300 ribu rupiah perkilogram,
sedangkan di pasar mancanegara mencapai U$ 40–50.
§ Kerapu
macan (Epinephelus fuscogutatus) dan
kerapu lumpur (Epinephelus tauvina),
Kerapu jenis ini juga menjadi komoditas yang cukup menjanjikan dimana di pasar
domestik saja harga kerapu jenis ini dapat mencapai 90–100 ribu rupiah per
kilogram.
§ Kakap
putih (Lates calcarifer), jenis ikan
kakap ini cukup mudah dibudidayakan dan menjadi komoditas yang cukup
menjanjikan.
§ Kakap
merah (Epinephelus sp), merupakan
jenis ikan laut yang tetap menjadi primadona di masyarakat lokal Indonesia
dengan harga yang relatif stabil.
Pembudidaya ikan laut dapat menggunakan budidaya
dengan sistem karamba jaring apung (KJA) ataupun membudidayakan ikan laut di
tambak. Dimana kedua sistem budidaya tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Untuk menekan biaya, biasanya pembudidaya memilih sistem karamba
jaring apung (KJA), karena biaya pembuatan KJA lebih murah dan mudah
dibandingkan dengan pembuatan tambak.
Akan tetapi, konsekuensinya, jika menggunakan budidaya sistem KJA, maka
pembudidaya melakukan pembersihan karamba secara periodik dari kotoran-kotoran
yang biasanya menempel di sekitar karamba.
budidaya ikan dengan karamba jaring apung
Budidaya laut dengan sistem tidak KJA (tambak)
membutuhkan modal dan biaya yang cukup besar. Sehingga sangat dibutuhkan kerjasama
dengan investor atau pihak lain untuk mengembangkan sektor budidaya laut ini.
Dengan demikian, Kabupaten Bangka Barat yang
memiliki karakteristik wilayah dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan
yang cukup besar dimana pemanfaatannya belum optimal, sehingga perlu
pengembangan dan pengelolaan yang lebih baik. Para pelaku budidaya yang ada
bisa mengembangkan usaha budidaya laut ini secara mandiri, berkelompok ataupun
bekerjasama dengan pihak ketiga (investor), agar ke depannya budidaya laut di wilayah
ini semakin berkembang dengan optimal dengan tetap memperhatikan kelestarian
ekosistem perairan yang ada agar tetap terjaga dengan baik keberadaannya dan termanfaatkan
dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar