I.
Latar
Belakang
Kabupaten Bangka Barat merupakan Kabupaten pesisir
di pulau utama (mainland) yaitu Pulau
Bangka yang terletak pada 105°-107° Bujur Timur dan 01°20’-03°07’ Lintang
Selatan, dengan luas wilayah daratan sekitar 2.820,61 Km2 didukung
perairan laut seluas 1.690,28 Km2 dan pulau-pulau kecil yang
tersebar di sekitarnya. Dari angka tersebut terlihat bahwa luas wilayah laut
Kabupaten Bangka Barat lebih dari setengah luas daratannya, sehingga seharusnya
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian masyarakat
khususnya di Kabupaten Bangka Barat.
Kondisi ini menjadikan Kabupaten Bangka Barat
memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup besar untuk
budidaya air laut, air payau dan air tawar yang merupakan usaha strategis dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bangka Barat.
Apabila potensi ini dapat digunakan untuk kegiatan
budidaya perikanan, selain dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir
juga dapat meningkatkan hasil perikanan untuk memenuhi kebutuhan permintaan
produk perikanan sebagai sumber protein, mengingat kegiatan perikanan tangkap
di berbagai daerah bahkan di dunia cenderung mengalami penurunan hasil akibat
berkurangnya stok ikan di alam.
II.
Potensi
Budidaya Air Payau
Kabupaten Bangka Barat memiliki beberapa tambak ikan
yang telah berjalan, yaitu tambak Sikka dan kolam Sinar Surya yang terletak di
Kecamatan Tempilang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang yang
sesuai baik itu dengan rencana maupun arahan dari Dinas Kelautan dan Perikanan
Bangka Barat telah berjalan. Tambak Sikka dan Kolam Sinar Surya memiliki nilai
parameter kualitas air dan substrat yang memenuhi sebagian besar persyaratan
untuk melakukan kegiatan budidaya.
Potensi
Budidaya Perikanan Payau di Kabupaten Bangka Barat
Potensi
Budidaya Perikanan
|
Desa/ Dusun
|
Lokasi
|
Peruntukan
Budidaya
|
Teknis
Budidaya
|
Perkiraan
Luasan (Ha)
|
Air Payau 35.339,5 hektar
|
Muntok
|
Tanjung
|
Pantai
tanah merah
|
Bandeng
|
Tambak
|
2.516,6
|
Simpang
Teritip
|
|
Rambat
|
Kepiting
Bakau
|
Karamba bambu
|
19.236,3
|
|
Kundi
|
Kerang
Darah
|
Pagar waring
|
|
Pelangas
|
Kepiting
Bakau
|
Karamba bambu
|
Jebus
|
Sungai
Buluh
|
Pangkal
Balok
|
Udang
Galah
|
Kolam Tanah
|
3.523,4
|
|
Sungai
Kampak
|
Nila
|
Tambak
|
Parittiga
|
|
Teluk
Klabat
|
Kakap,
Kerapu
|
Karamba
jaring apung
|
669,3
|
Kelapa
|
Kayu
Arang
|
Sungai
kayuarang
|
Udang
Galah
|
Kolam Tanah
|
2.461,1
|
Kacung
|
Kp.
Limau
|
Udang
Galah
|
Kolam Tanah
|
Bandeng
|
Tambak
|
Tempilang
|
Penyampak
|
Payak
Laut
|
Udang
Galah
|
Kolam Tanah
|
7.292,9
|
Bandeng
|
Tambak
|
Sika
dan Tanjung Niur
|
|
Udang
Galah
|
Kolam Tanah
|
Bandeng
|
Tambak
|
Tambak
Sika
|
Nila
|
Tambak
|
Kolam
sinar surya
|
Nila
|
Tambak
|
(Sumber: RTRPP DKP Kabupaten bangka Barat, 2009 dan analisis data primer 2011)
Potensi budidaya air payau sebesar 35.339,5
ha, sementara pemanfaatannya baru sebanyak 234,91 Ha
tambak (0,74%). Adapun yang menjadi kendala selama ini adalah keterbatasan
sarana penunjang produksi, penerapan teknologi dan permodalan.
Sedangkan dari hasil analisis
parameter kualitas lingkungan baik yang dianalisis secara in situ maupun uji laboratorium sebagai faktor pertimbangan dalam
menyusun kelayakan budidaya air laut, payau dan air tawar, maka dapat disimpulkan
seperti di bawah ini:
1.
Parameter Fisika
a.
Suhu Perairan
Hasil pengukuran suhu secara in situ di kawasan Kabupaten Bangka Barat kisaran suhu yang
diperoleh berkisar antara 27–32°C dengan rerata 29°C.
b.
Salinitas
Hasil pengukuran in
situ salinitas untuk stasiun di laut dan perairan payau berkisar antara
17–32 ppt dengan rerata 26 ppt. Untuk salinitas perairan di Indonesia berkisar
antara 30–35 ppt, sedangkan daerah pesisir salinitasnya berkisar antara 32–34
ppt.
c.
Substrat
Hasil pengujian laboratorium menunjukkan ada beberapa tipe
substrat yang terdapat di Kabupaten Bangka Barat diantaranya adalah berpasir,
pasir berliat, pasir berlumpur, pasir berlumpur berliat, liat berlumpur.
Substrat dengan tipe pasir berliat sangat baik digunakan untuk kegiatan budidaya
ikan dengan wadah budidaya kolam ataupun tambak. Hal ini disebabkan substrat
pasir memiliki rongga udara, sehingga pasokan oksigen dari kolom perairan
menjadi lancar dan ketersediaan oksigen cukup tinggi.
2.
Parameter Kimia
a.
Derajad Keasaman (pH)
Variasi derajad keasaman (pH) umumnya disebabkan oleh
proses kimia dan biologis yang dapat menghasilkan senyawa-senyawa kimia baik
yang bersifat asam atau basa. Selain itu, adanya masukan limbah yang bersifat
asam atau alkalis dari daratan dapat pula menyebabkan adanya variasi pH. Dari
hasil pengukuran pH di beberapa wilayah stasiun perairan laut dan payau di
Kabupaten Bangka Barat didapatkan hasil pH yang masih sesuai dengan pH yang ada
di perairan yang normal, yaitu berkisar antara 6–7.
b.
Oksigen Terlarut
Pengukuran kadar oksigen terlarut berkisar antara 1.6–7.8
ppm dengan rerata 5.7 ppm. Hasil pengamatan seluruh stasiun memiliki DO yang
cukup baik.
c.
Nitrat (NO3)
dan nitrit (NO2)
Hasil pengukuran nitrat (NO3-N) berkisar antara
0.01–11.14 ppm, sedangkan untuk nitrit (NO2) berkisar antara
0.01-0.75 ppm dengan rerata hasil pengukuran 0.16 ppm. Hasil ini menunjukkan kadar
nitrat di perairan Kabupaten Bangka Barat tergolong jauh lebih tinggi dari
kadar normal di perairan (perairan normal berkisar antara 0.01–0.05 ppm). Variasi
kadar nitrat ini erat kaitannya dengan kepadatan fitoplankton. Sedangkan hasil
pengukuran nitrit juga menunjukkan konsentrasi yang cukup besar.
d.
Parameter kimia
lainnya
Hasil pengukuran amonia menunjukkan kandungan yang terlalu
tinggi, berkisar antara 0.3-2.09 ppm dengan rerata hasil pengukuran 0.45
ppm. Tingginya kadar amonia di salah
satu stasiun pengukuran diduga disebabkan oleh sisa hasil tambang serta kotoran
rumah tangga yang dibuang langsung ke perairan tersebut.
Hasil pengukuran nilai fosfat (PO4) berkisar
antara 0.01-2.99 ppm dengan rerata 0.23 ppm. Kadar fosfat yang agak tinggi ini
disebabkan letak stasiun pengamatan yang berdekatan dengan pantai yang
berasosiasi dengan hutan mangrove atau tumbuhan lain di hutan.
Untuk Alkalinitas berkisar antara 11.83-102.28 ppm dengan
rerata 62.84 ppm. Pada umumnya lingkungan media yang baik untuk kehidupan ikan
adalah dengan nilai alkalinitas di atas 20 ppm. Sedangkan alkalinitas optimal
dalam budidaya ikan intensif adalah 100-150 ppm.
Untuk kecerahan perairan memiliki kisaran antara 0.3-1.2 m
dengan rerata 0.7 m. Dengan nilai kecerahan yang cukup besar, dapat
meningkatkan kesuburan perairan tersebut. Sedagkan hasil pengukuran mercuri
(Hg) menunjukkan konsentrasi yang cukup rendah, yaitu di bawah 0.001 ppm.
3.
Parameter Biologi
Hasil identifikasi plankton menunjukkan terdapat sekitar 53
jenis plankton dengan jumlah total 2.270 individu. Kehadiran plankton di suatu
ekosistem perairan sangat penting karena fungsinya sebagai produsen primer
dalam kemampuannya mensintesis senyawa organik dari senyawa anorganik melaui
proses fotosintesis.
Dari hasil analisis dan survey Dinas
Kelautan dan Perikanan pada tahun 2012 ini direkomendasikan beberapa lokasi
yang sesuai untuk budidaya perikanan, salah satu lokasi tersebut adalah di
perairan sekitar sungai Jering Kecamatan Kelapa.
Vegetasi sempadan sungai jering
merupakan habitat mangrove/ bakau yang dapat dikategorikan masih baik. Hal ini
dapat dilihat dari spanjang sungai yang ditumbuhi berbagai jenis pohon bakau/
mangrove dengan kerapatan tinggi sehingga seperti hutan belantara yang masih
alami. Pohon bakau yang tumbuh di sekitar sungai Jering yang didominasi oleh
jenis Rhizophora sp. Sumbangan serasah dari pohon bakau dan adanya pasokan air tawar
di bagian hulu menjadikan perairan ini cukup kaya dengan nutrien yang akan
mendukung untuk usaha budidaya perikanan.
Menurut nelayan di Desa Kayu Arang, di
sungai Jering hasil tangkapan ikannya sangat bervariasi sesuai dengan musim
ikan. Ikan yang sering menjadi hasil tangkapan diantaranya ikan kakap, ikan
kerapu, kepiting bakau dan ikan betutu (di hulu dan anak sungai). Di wilayah
ini sempat ada usaha penampungan dan pembesaran kepiting bakau di lahan hutan
mangrove, namun keberadaannya tidak berlangsung lama. Lokasi penampungan dan
pembesaran kepiting bakau berada di seberang dermaga penyeberangan Desa Kayu
Arang.
III.
Arahan
Pengembangan Budidaya Air Payau
Dari hasil survey dan analisis kelayakan, maka
budidaya air payau di sungai Jering sangat memungkinkan dilakukan di lokasi
yang mendekati dermaga Kayu Arang dan letaknya tidak terlalu jauh dari
pemukiman penduduk Desa Kayu Arang. Hal ini menjadi penting karena mobilisasi
bahan material sarana dan prasarana budidaya akan lebih efektif dan efisien
pada saat pembangunan konstruksi, mobilisasi tenaga kerja, proses produksi
serta pemasaran hasil produksinya.
Jenis komoditas perikanan yang cocok untuk
dibudidayakan di sungai Jering adalah kepiting bakau pada segmen usaha
pembesaran/ penggemukan. Sedangkan untuk teknis budidaya penggemukan kepiting
bakau yang layak dikembangkan di sungai Jering dan anak sungainya adalah dengan
menggunakan Karamba Bambu Apung (KBA) sebagai media budidaya.
Investasi usaha budidaya pembesaran/ penggemukan
kepiting bakau dalam Karamba Bambu Apung (KBA) layak untuk dilaksanakan dalam
kurun waktu yang cukup panjang. Selain layak secara finansial, penggunaan KBA
untuk pembesaran kepiting bakau cocok diterapkan untuk:
o
Meningkatkan pengetahuan dalam aplikasi
teknologi budidaya air payau yang tepat guna bagi pembudidaya ikan.
o
Meningkatkan pendapatan pembudidaya
o
Mengoptimalkan pemanfaatan ikan rucah
dan hama pengganggu budidaya ikan menjadi barang ekonomis.
Tambak merupakan lahan budidaya perikanan yang
dibangun untuk meningkatkan produksi perikanan laut. Tambak menghasilkan
berbagai sumber daya alam perikanan khas pesisir berupa ikan dan hewan air lain
seperti udang, kerang dan kepiting.
Konstruksi tambak dibangun sedemikian rupa agar
dapat menjadi tempat hidup (habitat) yang mampu mendukung pertumbuhan ikan,
udang, dan hewan payau budidaya lainnya. Tambak juga berfungsi sebagai wadah penumbuh
makanan alami (seperti plankton dan klekap) bagi hewan budidaya. Pembangunan
tambak yang digabungkan dengan hutan mangrove , secara ekologis sangat
menguntungkan karena dapat menjamin kelangsungan hidup hewan budidaya,
ketersediaan benih alami, dan kelangsungan hidup liar lainnya seperti ikan,
udang, kepiting, burung air, mamalia dan reptilia.
Hewan air budidaya ini diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi protein masyarakat dalam dan luar negeri. Harga udang yang
tinggi di pasar internasional dan keuntungannya yang tinggi mendorong
masyarakat untuk membuka usaha tambak udang, tidak hanya masyarakat dalam
negeri namun juga para investor asing.
Kegiatan pertambakan di wilayah Indonesia merupakan
usaha budidaya perikanan yang menjadi sumber mata pencaharian dan pendapatan
masyarakat pesisir dimana telah mampu menyerap cukup banyak tenaga kerja. Akan
tetapi kegiatan pertambakan ini membutuhkan modal yang cukup besar.
Budidaya ikan di tambak
Apabila kegiatan pertambakan ini dikembangkan di
wilayah Kabupaten Bangka Barat, maka sangat dibutuhkan investor atau penanam
modal yang berkenan untuk menanamkan modal usahanya di bidang pertambakan.
Meskipun pertambakan membutuhkan biaya yang cukup besar, namun jika mampu
dikelola dengan baik, usaha tambak akan menghasilkan produksi yang tinggi
sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat petambak, khususnya untuk
produk-produk perikanan tambak yang bernilai ekonomis tinggi seperti udang,
kerang dan kepiting.
Kelangsungan usaha budidaya air payau akan berjalan
dengan baik jika dikelola oleh sumberdaya manusia yang sesuai dengan
keahliannya. Sehingga diperlukan beberapa tenaga ahli yang memiliki kemampuan
dan pengalaman dalam teknik budidaya dan secara non teknis mampu menghadapi dan
memecahkan permasalahan di luar teknis budidaya seperti mampu membuka/
mengembangkan jalur pemasaran produk agar proses produksi dapat berlangsung
secara simultan.