Sabtu, 02 November 2013

Media Sosial untuk Pemberdayaan Petani-Nelayan


Sejumlah tokoh pendidikan dari dalam dan luar negeri menyarankan kepada pemerintah RI agar penggunaan media sosial, seperti Twitter dan Facebook, yang selama ini identik dengan masyarakat perkotaan diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat pedesaan. Meski Indonesia menjadi pengguna media sosial terbesar keempat di dunia, para tokoh pendidikan menilai manfaat media sosial saat ini lebih didominasi konten hiburan.

Media Sosial untuk Pemberdayaan Petani-Nelayan

"Media sosial belum sampai digunakan untuk memberdayakan masyarakat," kata Dekan Fakultas Ekologi Manusia (Fema) Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Arif Satria, pada acara simposium internasional dengan tema "Development Communication for Sustainable Development of Rurat Community" yang dilaksanakan Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia (FORKAPI) IPB, yang berlangsung dua hari, Rabu dan Kamis, 30 dan 31 Oktober 2013.

Menurut Arif, media sosial bisa dimanfaatkan sebagai sarana penyuluhan. Seperti mensosialisasikan sistem cocok tanam, info cuaca, keadaan gelombang laut, dan suhu. "Di mana nelayan atau petani bisa mengakses itu," Arif menjelaskan.

Salah satu strategi yang bisa dilakukan dalam menyukseskan program pemberdayaan adalah memanfaatkan para penggiat jejaring sosial yang memiliki banyak follower untuk aktif mensosialisasikan konten-konten informasi pertanian dan nelayan.

Menurut profesor dari Emeritus University of the Philippines Open University, Felix Librero, pemerintah Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan jejaring sosial, seperti Facebook, untuk terjun langsung ke masyarakat. Seperti halnya di Filipina, menurut Felix, pemerintah memanfaatkan media sosial untuk kegiatan pemberdayaan, termasuk dalam hal politik. "Pemerintah Indonesia justru punya peluang lebih besar untuk lebih dekat ke masyarakat dengan memanfaatkan media sosial," kata Felix, yang menjadi pembicara dalam acara tersebut. 

Selain jejaring sosial, Profesor Felix merekomendasikan penguatan eksistensi media komunitas. "Peran media komunitas sangat kuat karena sangat dekat dengan masyarakat," katanya.

Sementara Profesor Adnan Husein, dari School of Communication University Sains Malaysia, menyatakan bahwa pengadaan fasilitas akses informasi mutlak dilaksanakan jika menginginkan suatu masyarakat berkembang dengan baik. 

Seperti halnya di Malaysia, Profesor Adnan menggambarkan bahwa pemerintah setempat memberikan fasilitas bagi penduduk untuk berkomunikasi dengan masyarakat luar melalui penggunaan media sosial. "Dari adanya fasilitas itu, masyarakat di negara kami bisa mengakses segala bentuk kebutuhannya," Adnan menjelaskan.

Presiden Forkapi Aida Vitayala S. Hubeis mengungkapkan bahwa langkah konkret yang harus dilakukan adalah membangun kerja sama antara akademisi dan pemerintah dalam menyusun multistrategi dan multidimensi terkait pemetaan program pemberdayaan di desa. Kerja sama bisa dilakukan, salah satunya dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, dalam memetakan tokoh-tokoh berpengaruh di daerah, dan mereka menjadi mediator pemerintah dengan masyarakat dalam melaksanakan program pemberdayaan yang dilakukan melalui media sosial.

Menurut Aida, program pemberdayaan itu bisa efektif jika pemerintah mengefektifkan komunikasi pembangunan dengan pola partisipatif dan dialogis. Kemudian hal lain yang perlu dilakukan, kata Aida, menghidupkan media komunitas yang bersahabat. "Kita pernah mengalami era media komunitas yang sangat baik, tetapi semakin ke sini semakin menurun perannya," kata Aida. 

sumber: tempo.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar