Pakan untuk ikan yang instan (buatan pabrik) biasanya mempunyai harga yang relatif mahal. Untuk menyiasati mahalnya harga pakan ikan, petani ikan (pembudidaya ikan) membuat pakan sendiri dengan bahan-bahan yang alami, aman, lebih murah dan biasanya dapat ditemukan dengan mudah di sekitar lingkungan tempat tinggal kita.
Kita perlu memahami bahwa pakan buatan sendiri hanya bersifat pelengkap atau tambahan guna memenuhi kebutuhan energi ikan yang dipelihara. Pakan tambahan atau yang bersifat pelengkap peran utamanya adalah sebagai penyedia energi. Pakan ini bersifat melengkapi pakan komersial buatan pabrik atau pelengkap bagi pakan alami yang tersedia dalam kolam.
Membuat pakan untuk ikan herbivora, seperti ikan nila, gurami, maupun ikan-ikan lainnya relatif lebih mudah karena ikan ini dikenal sebagai hewan herbivora, yaitu hewan yang suka makan tumbuhan.
Oleh karena itu bahan-bahan untuk membuat pakan ikan herbivor dapat menggunakan tumbuh-tumbuhan yang terdapat di lingkungan kita. Kita dapat menggunakan daun singkong, kedelai maupun daun lainnya yang disukai oleh ikan tersebut. Untuk mengujinya maka daun tersebut bisa kita berikan langsung kepada ikan gurami, jika respon yang diberikan positif (ikan mau memakannya) berarti daun tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku pakan.
Tanaman dari kelompok Leguminosa sudah sering digunakan sebagai bahan makanan ternak, baik daun maupun biji-bijiannya. Bahan-bahan ini mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu sekitar 20 – 30 %. Kita perlu mengolah terlebih dahulu bahan baku tersebut agar dapat menghilangkan atau mengurangi dampak negatif dari senyawa anti nutrisi yang terdapat di dalamnya.
Cara yang biasa digunakan adalah dengan merendam daun/ biji-bijian dalam air dicampur kapur selama 24 jam, atau dengan merebusnya di dalam air selama 1 jam. Proses ini akan melarutkan sebagian senyawa anti nutrisi tetapi juga akan menghilangkan sebagian dari vitamin yang terkandung di dalamnya.
Setelah itu bahan-bahan tersebut digiling hingga halus. Untuk menggiling biji-bijian dapat menggunakan gilingan kopi, sedangkan untuk daun-daunan harus dicincang terlebih dulu sebelum digiling. Meskipun mempunyai nilai gizi yang tinggi, tetapi karena mengandung berbagai senyawa anti nutrisi maka penggunaan bahan baku ini untuk pakan ikan terbatas maksimum 10 kg/100 kg pelet.
Sumber protein hewani yang biasanya mudah di dapat, yaitu bekicot dan keong (Mollusca), jika di daerah pesisir, kerang-kerangan adalah protein hewani yang sangat mudah didapat. Mollusca mengandung protein tinggi, bisa mencapai 60 % (menyamai tepung ikan), selain itu juga mengandung lemak dan asam-asam lemak yang dibutuhkan sebagai sumber energi bagi ikan. Kandungan lemak keong dan sejenisnya biasanya sekitar 6%.
Untuk memanfaatkan hewan ini terlebih dahulu harus dikeluarkan dari rumahnya (cangkang), cara sederhana adalah dengan memecah “rumahnya” dan mengambil dagingnya, atau dapat dilakukan dengan merebus dalam air selama 15-20 menit. Setelah itu keong atau bekicot dipotong-potong lalu dimasukkan dalam gilingan daging. Prosentase yang digunakan sekitar 5-10 kg/100 kg pelet yang dibuat.
Untuk merekatkan campuran bahan baku yang digunakan menjadi bentuk pelet kita memerlukan bahan yang mengandung kanji, seperti tapioka, tepung jagung, tepung beras, atau tepung terigu. Bahan yang paling murah sudah tentu tapioka atau limbah industri tapioka. Bahan-bahan ini sudah berbentuk tepung sehingga mudah menggunakannya. Agar dapat berfungsi sebagai perekat maka bahan yang mengandung kanji perlu dicampur dengan air panas. Jumlah yang diperlukan bisa mencapai 25-30 kg/100 kg pelet.
Pada musim panen padi biasanya harga dedak di penggilingan padi menurun. Dedak juga dapat digunakan sebagai sumber energi bagi ikan-ikan herbivora. Jumlah yang digunakan antara 15-25 kg/100 kg pelet.
Semua bahan dijadikan satu dan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan untuk memudahkan dalam proses pencetakan pelet. Pencetakan pelet disesuaikan dengan piringannya dengan diameter yang diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar