artikel saya ini, juga telah dimuat di koran: Bangka Pos edisi hari Rabu, 6 Maret 2013 rubrik Opini
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama, yaitu pulau Bangka dan pulau Belitung serta di kelilingi pulau-pulau kecil seperti pulau Lepar, pulau Selat Nasik, pulau Pongok dan pulau-pulau lainnya.
Wilayah provinsi Kepulauan Bangka Belitung terbagi menjadi wilayah Daratan dan Wilayah Lautan dengan Total wilayah mencapai 81,725,14 km. Luas daratan lebih kurang 16,424,14 Km atau 20,10 persen dari total wilayah dan luas laut kurang lebih 65,301 Km atau 79,9 persen dari total wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Provinsi yang mulai dikenal banyak orang sejak difilmkannya “Laskar Pelangi” oleh Andrea Hirata ini merupakan daerah yang sebagian besar masyarakatnya menggantungkan diri pada hasil pertambangan, terutama pertambangan timah. Secara turun temurun masyarakat Bangka Belitung menjadikan tambang timah sebagai mata pencahariannya. Penambangan timah ini sudah ada sejak zaman dahulu dan semakin intensif terjadi disaat Indonesia dijajah oleh Belanda.
Penambangan timah yang terjadi di Bangka Belitung ada yang dilakukan secara intensif dengan teknologi yang modern utamanya oleh perusahaan besar, baik itu pemerintah ataupun swasta serta juga dilakukan oleh masyarakat dengan cara tradisional atau konvensional.
Penambangan timah yang intensif di Pulau Bangka maupun Belitung telah menyisakan fenomena yang menarik, yaitu terbentuknya lubang bekas galian tambang yang berisi air menyerupai danau-danau kecil yaang disebut “kolong”.
Kolong umumnya mempunyai air yang bersifat asam tergantung dari tipe mineral dominan di area tambang tersebut, serta juga mengandung logam-logam terlarut yang tidak dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu yang cukup panjang.
Sumber air kolong bisa berasal dari mata air, air sungai maupun air hujan. Kolong bekas tambang merupakan habitat yang unik karena umumnya sempit dan dalam serta tanpa zona littoral yang dikelilingi oleh dinding batuan yang terjal/curam dan biasanya tidak terdapat aliran air masuk dan/atau air keluar.
Restocking kolong pasca penambangan timah menjadi salah satu program pemerintah baik kabupaten maupun provinsi di Bangka dan Belitung. Demikian juga dengan program CSR (corporate social responsibility), beberapa diantaranya melakukan restocking kolong pasca tambang timah sebagai wujud perhatian terhadap lingkungan serta sosial kemasyarakatannya.
Restocking yang dilakukan umumnya menebarkan benih ikan seperti ikan nila, mas, lele, patin maupun ikan gurami dalam jumlah cukup besar pada perairan kolong yang dinilai sesuai untuk perkembangan ikan. Kegiatan restocking memiliki tujuan yang sangat mulia, dimana potensi perairan kolong dapat termanfaatkan lebih baik pada masa mendatang. Ikan-ikan diharapkan akan mampu bertumbuh dan berkembangbiak sehingga menjadikan perairan kolong semakin produktif.
Namun perairan kolong merupakan perairan yang memiliki kondisi berbeda dengan perairan umum lainnya seperti waduk, danau dan sungai. Hal ini menjadikan kolong membutuhkan perlakuan yang lebih special (spesifik). Kualitas air kolong yang tentunya berbeda dengan perairan umum lain dan setidaknya pernah mengalami kondisi terburuk saat penambangan timah. Logam berat dan tingkat keasaman menjadi kendala diantara kendala-kendala lainnya. Kondisi tersebut menjadikan kegiatan restocking melalui penebaran benih ikan lebih terfokus pada kolong-kolong tua yang memiliki kualitas air yang lebih baik dibandingkan dengan kolong-kolong yang berusia muda. Bagaimanakah restoking untuk kolong-kolong muda?
Triple Restocking
Penulis menilai restocking tidak hanya berlaku untuk pengembalian kepadatan atau jumlah ikan saja dalam suatu perairan. Memang ikan menjadi komoditi ekonomis utama dalam suatu perairan umum. Namun kepadatan organisme lain serta unsur hara dalam perairan memerlukan restoking untuk percepatan pemulihan serta ketermanfaatannya sebagai perairan umum. Sehingga, perlu dibuat sebuah spesial restocking bagi kolong-kolong pasca panambangan timah yang dapat diberlakukan pada kolong tua maupun kolong muda. Sistem ini dapat dinamakan sebagai “triple restocking”.
Dengan nama “triple restocking” tentunya proses restocking memiliki 3 subjek yang dipulihkan pada kolong yaitu kesuburan, produsen dan konsumen. Ikan menjadi subjek restocking yang pertama. Ikan yang digunakan umumnya jenis ikan herbivore (pemakan tumbuhan) dan merupakan restocking utama dimasukan dalam kategori konsumen. Ikan Nila menjadi favorit dalam proses restoking dengan keunggulannya yang mudah beradaptasi terhadap kondisi lingkungan yang kurang optimal serta kecepatan perkembangbiakannya. Ikan ditebar sebagai target ekonomis yang nantinya tumbuh dan berkembangbiak sehingga kepadatan ikan dalam kolong lebih tinggi dan dapat diambil manfaatnya secara ekonomis.
Sebenarnya ada dua cara penebaran ikan untuk restocking yaitu tebar benih dan tebar calon induk. Tebar benih pada kolong selama ini menjadi pilihan dengan dapat dipastikannya terjadi penambahan ratusan atau ribuan individu baru sesuai jumlah penebaran. Namun cara tersebut memiliki kelemahan, yaitu benih ikan berusia muda masih rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan.
Cara lainnya yang dinilai lebih sesuai dengan perairan kolong dan ini merupakan cara yang kedua adalah menebar calon induk ikan, dimana ikan pada ukuran calon induk lebih tahan terhadap perubahan lingkungan. Selain itu, proses perkembangbiakan terjadi saat ikan telah mampu beradaptasi dengan perairan kolong dan induk ikan berfungsi menjadi penjaga saat bayi-bayi ikan terlahir di perairan kolong untuk memastikan kelangsungan hidupnya. Selanjutnya ikan-ikan kecil yang tumbuh dan berkembang dalam perairan kolong akan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Tumbuhan air menjadi subjek restoking kedua, dimana tumbuhan air yang termasuk dalam kategori produsen dibutuhkan oleh ikan yang ditebar sebagai sumber energi melalui makanan. Tumbuhan air yang diperlukan oleh ikan dapat berupa tumbuhan terapung diantaranya adalah Azolla. Azolla telah diteliti mampu menggantikan sumber protein nabati lain sebagai pakan ikan. Azolla yang mampu tumbuh dengan cepat dalam perairan umum bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan makanan ikan yang ditebar. Selain azolla, juga dapat ditebarkan phytoplankton jenis Chlorella. Chlorella yang dapat berfungsi sebagai pakan bagi larva ikan, dapat berkembang dengan cepat dalam perairan karena berkembangbiak dengan pembelahan sel atau pemisahan autospora dari sel induknya. Dalam waktu 4 hari, Chlorella mampu bertambah jumlahnya 4 kali lipat. Azolla dan Chlorella bermanfaat sebagai pakan alami ikan yang ditebar dalam kolong.
Subjek restocking ketiga adalah kompos untuk kesuburan perairan. Azolla dan Chlorella sebagai pakan alami dapat tumbuh dengan baik ketika unsur-unsur hara yang dibutuhkannya terpenuhi. Kesuburan perairan sebagai unsur yang dibutuhkan Azolla dan Chlorella dapat berupa pupuk kimia seperti Urea, ZA, TS dan molase. Namun kompos dinilai lebih sesuai untuk peningkatan kesuburan kolong. Hal ini dikarenakan kompos berbahan daun maupun limbah kayu dapat meningkatkan pH perairan kolong yang asam mengarah pada kondisi netral.
Pemanfaatan kolong berkelanjutan
Restocking kesuburan perairan kolong dapat dilakukan lebih awal dibandingkan subjek lainnya. Dengan jarak waktu antara 1 hingga 3 bulan, dapat ditebarkan Azolla dan Chlorella sebagai subjek restoking berikutnya. Selanjutnya ditebarkan calon induk ikan sebagai subjek restocking utama pada perairan kolong. Proses restocking bertahap sedemikian rupa diharapkan mampu meningkatkan keberhasilan proses restocking dengan meningkatnya kepadatan ikan pada perairan kolong akibat pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan tebar berjalan dengan baik. Siklus ekologi pada perairan kolong dapat berjalan terus menerus seperti perairan umum lainnya dan mampu memberikan manfaat yang nyata secara ekonomi kepada masyarakat sekitar.