"Nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samudra, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa." Itulah sepenggal lagu anak-anak dengan judul "Nenek Moyangku Orang Pelaut" yang sering kita dengarkan ketika masih bocah.
Tidak begitu populer dan mungkin tidak semua Warga Negara Indonesia tahu jika tanggal 6 April termasuk di antara hari besar nasional yang ditetapkan di Indonesia. Berdasarkan tahun, maka tepat pada tanggal 6 April 2017 ini adalah peringatan Hari Nelayan Nasional Indonesia yang ke-57.
(foto: dokumentasi pribadi, nelayan di tanjung punai - belo laut)
Nelayan merupakan salah satu mata pencaharian yang mempunyai kontribusi besar kaitannya dalam mata rantai rangkaian ekonomi masyarakat banyak. Sebagai penghargaan atas jasa nelayan, Pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 6 April sebagai Hari Nelayan Nasional. Tetapi, peringatan Hari Nelayan jarang dirayakan secara masif layaknya hari besar nasional lainnya semisal Hari Buruh.
(sumber foto: dokumentasi pribadi, dermaga di Sukal - Belo Laut)
Minimnya pengetahuan masyarakat akan adanya Hari Nelayan Nasional disinyalir menjadi salah satu sebab mengapa hal itu bisa terjadi. Bahkan para nelayan sendiri sebagian besar masih awam dengan Hari Nelayan Nasional. Peringatan Hari Nelayan kini lebih dimaknai pada aspek historisnya, ketimbang keberlanjutan eksistensinya sebagai pemasok protein atau hasil laut serta sumber tumbuh-kembangnya pengetahuan kebaharian.
(sumber foto: dokumentasi pribadi, nelayan di pantai teluk limau sungailiat)
Hari Nelayan Indonesia yang diperingati hari ini, 6 April, bagai menguak riwayat ”urat nadi” negeri bahari ini. Belenggu kemiskinan dan keterbelakangan hingga kini belum beranjak dari kehidupan nelayan. Ketidakpastian penghidupan membuat sebagian nelayan kecil beralih profesi ke sektor informal. Keterbatasan bahan bakar minyak, jeratan utang ke tengkulak, permainan harga jual ikan, dan terbatasnya daya serap industri pengolahan ikan menjadi persoalan klasik yang mendera nelayan hingga hari ini. Kasus penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia oleh nelayan asing, penangkapan ikan dengan alat tangkap yang merusak lingkungan, dan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan adalah lingkaran setan yang menggerogoti daya saing nelayan kecil dan tradisional.
(foto: dokumentasi pribadi, dermaga tanjungpura di bangka tengah)
Sungguh ironis, padahal Indonesia merupakan negara maritim yang mana dua per tiga dari seluruh wilayahnya dipenuhi hamparan laut yang begitu luas. Harapannya Pemerintah lebih memperhatikan nasib nelayan untuk ke depannya. Jangan sampai bangsa Indonesia yang lautnya kaya sumber daya alam suatu ketika nanti mengimpor ikan dari negara lain hanya karena sudah tidak ada lagi warga negaranya yang berminat menjadi nelayan.
Upaya nyata menolong nelayan dari jerat kemiskinan adalah membenahi sektor tangkap dari hulu ke hilir. Upaya itu mulai dari perlindungan wilayah tangkap nelayan tradisional agar tidak disusupi nelayan besar yang mengeruk ikan di wilayah tangkapan nelayan kecil. Selain itu, dibutuhkan pembenahan pendataan hasil tangkapan ikan. Hal ini bertujuan agar ikan tidak diselundupkan dan ada jaminan pasokan bahan baku ke industri pengolahan. Di sisi lain, pemerintah perlu mendorong pertumbuhan industri pengolahan di sentra-sentra produksi. Usaha pengolahan tidak hanya di skala kecil menengah berupa ikan bakar dan asap, melainkan juga skala industri besar dengan produk olahan yang lebih bervariasi. Kebijakan penghapusan retribusi perikanan yang memberatkan nelayan harus diwujudkan. Jangan sampai kebijakan itu hanya menjadi wacana di tingkat pemerintah pusat, tetapi minim implementasi di tingkat daerah. Segala keberpihakan pada nelayan itu dibutuhkan jika pemerintah serius menolong nelayan terbebas dari jerat ketertinggalan.
Disisi lain, nelayan memiliki aset berupa tanah, namun tidak mempunyai sertipikat sebagai bukti kepemilikan yang sah. Hal ini mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum atas kepemilikan tanah dan letak batas tanah yang jelas, sehingga tanah tersebut tidak mempunyai nilai ekonomi.
Berangkat dari hal tersebut, pemerintah hadir memberikan solusi melalui KKP dengan program Sertipikasi Hak Atas Tanah Nelayan (SeHAT) yang menjamin aset nelayan dapat didayagunakan untuk kebutuhan permodalan bila diperlukan.
Program SeHAT diberikan secara gratis untuk membantu nelayan agar aset tanah yang selama ini tidak dimiliki nelayan mendapat kepastian hukum atas kepemilikan, mempunyai letak batas yang jelas, dan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Sehingga, memiliki fungsi untuk peningkatan minat (kepuasan) kepercayaan lembaga keuangan atau perbankan sebagai agunan untuk modal usaha. Bantuan SeHAT merupakan kerjasama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan KKP, dimana dengan bantuan SeHAT dapat meningkatkan akses nelayan dalam memperoleh modal dari lembaga keuangan atau perbankan.
Nelayan tidak mengalami kesulitan lagi untuk mendapatkan modal usaha. Dengan adanya SeHAT menjadi jaminan agunan untuk meminjam modal di bank. Tahun 2016 kami menargetkan bantu sertipikasi sebanyak 20.000 bidang tanah nelayan. Target sampai dengan tahun 2019 direncanakan sebanyak 90.000 bidang tanah nelayan akan tersertipikasi.
Syarat penerima bantuan SeHAT harus melengkapi beberapa syarat sebagai berikut: (i) Perorangan, Warga Negara Indonesia (WNI), memiliki pekerjaan sebagai nelayan dan/atau istri nelayan; (ii) Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) sesuai dengan domisili tetap, diprioritaskan yang memiliki Kartu Nelayan (KN), apabila calon peserta belum memliki Kartu Nelayan maka wajib mengajukan permohonan kartu Nelayan; (iii) Memiliki tanah yang belum bersertifikat; (iv) Menunjukkan asli atas hak (bukti kepemilikan tanah) dan menyerahkan fotokopinya; (v) Memiliki bukti pembayaran SPPT / PBB tahun berjalan yang sudah lunas. (vi) Melengkapi dokumen/keterangan tertulis di atas kertas bermeterai cukup, tentang riwayat perolehan tanah dari desa/kelurahan; (vii) Menunjukkan batas-batas bidang tanah yang akan disertifikatkan; (viii) Berdomisili di kecamatan atau berbatasan dengan kecamatan letak tanah pertanian yang akan disertifikatkan; dan (ix) Sanggup membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Program pemerirntah melalui KKP yang lainnya adalah Asuransi nelayan dimana sangat diperlukan karena risiko tinggi pekerjaan nelayan yang mempertaruhkan nyawa setiap mencari nafkah di laut. Gelombang tinggi laut dan cuaca buruk merupakan risiko bahaya yang sehari-hari dihadapi oleh nelayan.
Asuransi nelayan merupakan program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia sesuai dengan diterbitkannya UU No 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam. Dengan mengikuti program asuransi, maka nelayan akan terlindungi dengan memperoleh santunan jika terjadi kecelakaan dan meninggal dunia.
Pemerintah sedang terus berupaya menggejot program asuransi nelayan dengan mengalokasikan dana sebesar 175 miliar rupiah, diperuntukkan kepada para nelayan kecil yang memiliki kapal berkapasitas 5 hingga 10 gros ton (gt). Asuransi nelayan tidak ditujukan buat anak buah kapal (ABK), karena ABK menjadi tanggung jawab perusahaan atau pemilik kapal.
Tahun 2016 silam KKP targetkan memberikan premi asuransi untuk 1 juta nelayan. Namun, pada realisasinya hingga saat ini baru 500.000 nelayan yang mendapatkan asuransi.
KKP telah menjalin mitra kerja sama dengan PT Asuransi Jasindo untuk program Asuransi Nelayan. Premi yang harus dibayar oleh nelayan adalah 175 ribu rupiah per orang per tahun. Biaya premi ini tidak dibebankan kepada nelayan, melainkan ditanggung oleh negara. Jadi, nelayan gratis dalam membuat asuransi nelayan. Untuk mendapatkan asuransi nelayan diperlukan persyaratan sebagai berikut :
- Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Suami/Istri, Kartu Keluarga (KK).
- Mempunyai Kartu Nelayan yang sudah masuk dalam database Direktorat Kenelayanan.
- Nelayan yang belum pernah mendapatkan bantuan asuransi.
- Nelayan berusia 17-65 tahun.
- Memiliki tabungan yang masih aktif.
Adapun jaminan yang ditanggung yaitu, nelayan yang mengalami kecelakaan dan memerlukan biaya pengobatan, mengalami cacat tetap, meninggal dunia karena kecelakaan dalam bekerja, dan nelayan meninggal dunia secara alami.
Nelayan yang mengalami kecelakaan akibat melakukan aktivitas penangkapan ikan hingga mengakibatkan kematian akan diberikan santunan sebesar 200 juta rupiah, cacat tetap 100 juta dan biaya pengobatan sebesar 20 juta.
Sedangkan santuan akibat selain melakukan aktivitas penangkapan ikan, kalau terjadi kematian akan diberikan santunan sebesar 160 juta rupiah, cacat tetap 100 juta dan biaya pengobatan 20 juta.
Klaim asuransi nelayan tanpa waktu lama, diselesaikan tidak lebih dari 2 minggu. Diharapkan santunan yang diterima bisa bermanfaat, digunakan dengan sebaik-baiknya untuk keluarga yang ditinggalkan. Seperti untuk pendidikan anak, memulai usaha maupun hal lainnya yang produktif.
Semua program pemerintah tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejateran nelayan Indonesia dan sudah sepatutnya kita mendukung program tersebut.
Semoga nasib nelayan lebih baik, maju dan sejahtera ke depannya…
Jalesveva Jayamahe…
Selamat Hari Nelayan Nasional